Jakarta, 18 Oktober 2025 — Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota Jakarta, profesi tukang galon sering kali luput dari perhatian. Namun, mereka adalah garda terdepan dalam memastikan ketersediaan air bersih bagi masyarakat, terutama di daerah padat penduduk yang belum terjangkau oleh sistem air PAM.
Salah satu tukang galon, Slamet (45), telah menggeluti profesi ini selama lebih dari 10 tahun. Setiap hari, ia mendorong gerobak berisi belasan galon air isi ulang menembus gang sempit dan jalanan terjal sejak pukul 6 pagi.
“Capek sih pasti, apalagi kalau musim hujan. Tapi sudah jadi tanggung jawab saya. Pelanggan sudah percaya, jadi saya harus tetap jalan,” ujar Slamet saat ditemui di kawasan Tebet.
Menurut Slamet, pendapatannya berkisar antara Rp100.000 hingga Rp150.000 per hari. Namun, tantangan bukan hanya soal fisik. Kenaikan harga air isi ulang dan biaya operasional seperti penggantian galon rusak atau perawatan gerobak kerap menjadi beban tersendiri.
Selain itu, persaingan dengan layanan antar berbasis aplikasi juga mulai terasa. “Sekarang orang banyak yang pakai aplikasi buat pesan galon. Tapi masih ada juga yang pilih saya karena sudah kenal dan percaya,” tambahnya.
Fenomena tukang galon seperti Slamet mencerminkan realitas sektor informal yang tetap vital, meski kadang terlupakan. Tanpa mereka, banyak rumah tangga kesulitan mendapatkan air bersih dengan mudah.
Pemerintah daerah sendiri mengaku masih mencari solusi untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja sektor informal seperti tukang galon. “Kami sedang kaji program pelatihan dan bantuan alat kerja yang bisa diberikan,” kata perwakilan Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta.
Meski demikian, Slamet dan rekan-rekannya tetap melanjutkan tugas mulia mereka — mengantar air bersih, sejernih niat mereka yang tak pernah suru