
Di lorong-lorong sekolah menengah atas di beberapa kota, pasangan siswa tampak akrab melewati jam istirahat: bergandengan tangan, berbagi tawa, atau menukar pesan di sela pelajaran. Bagi banyak remaja, pacaran di sekolah adalah pengalaman baru yang membawa kebahagiaan, dukungan emosional, sekaligus tantangan.
“Saya merasa lebih semangat pergi ke sekolah karena ada orang yang selalu mendukung,” kata Aulia (17), salah satu siswi. “Tapi kadang-kadang fokus saya untuk belajar terganggu kalau terus mikirin masalah hati.”
Sisi lain datang dari guru dan kepala sekolah. Bapak Rudi, wakil kepala sekolah di sebuah SMA swasta, mengatakan bahwa pihaknya tidak melarang hubungan antar siswa secara mutlak, tetapi menekankan batasan-batasan agar proses belajar tidak terganggu. “Kami mengedepankan pendidikan karakter. Interaksi sosial itu wajar, tetapi kami juga mengingatkan siswa untuk menghormati aturan, tidak melakukan tindakan yang bisa menimbulkan gangguan, dan menjaga keselamatan satu sama lain,” ujarnya.
Orang tua juga memiliki pandangan beragam. Sebagian orang tua khawatir pacaran terlalu dini dapat mempengaruhi prestasi akademik dan emosional anak. “Yang penting komunikasi antara sekolah dan orang tua berjalan baik. Kami tidak ingin anak-anak kehilangan fokus pada pendidikan,” kata seorang orang tua murid.