Jakarta, 17 Oktober 2025 – Fenomena pacaran di kalangan remaja terus mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan teknologi dan budaya populer. Saat ini, pacaran tidak hanya menjadi bentuk hubungan emosional antara dua individu, tetapi juga menjadi bagian dari identitas sosial yang kerap dibagikan melalui media sosial.
Menurut survei terbaru dari Lembaga Psikologi Remaja Indonesia (LPRI), sekitar 68% remaja usia 15–19 tahun di kota besar mengaku pernah menjalin hubungan asmara. Dari jumlah tersebut, lebih dari 50% di antaranya mengatakan bahwa media sosial seperti Instagram dan TikTok memainkan peran penting dalam memulai atau mempertahankan hubungan mereka.
“Banyak remaja sekarang memulai hubungan dari DM atau komentar lucu di media sosial. Tapi di sisi lain, itu juga jadi sumber konflik, seperti karena cemburu atau salah paham karena story atau like di akun orang lain,” ujar Dr. Ratna Wijayanti, psikolog remaja dari Universitas Indonesia.
Meski pacaran dianggap sebagai bagian dari proses pencarian jati diri, sejumlah pihak tetap mengingatkan pentingnya batasan dan komunikasi yang sehat. Sekolah dan orang tua diimbau untuk lebih terbuka dalam memberikan edukasi tentang hubungan sehat dan pengelolaan emosi.
Tak hanya itu, muncul pula tren “pacaran sehat” yang mulai populer di kalangan Gen Z. Dalam tren ini, pasangan remaja diajak untuk saling mendukung dalam pendidikan, membatasi interaksi berlebihan di luar jam sekolah, serta berani berdiskusi soal masa depan.
“Sekarang banyak yang mulai sadar bahwa pacaran itu bukan cuma tentang romantis-romantisan. Tapi juga harus saling support dan nggak ganggu tujuan masing-masing,” kata Nisa (17), siswi SMA di Jakarta Selatan.
Pacaran di era digital memang membawa warna baru, tetapi tetap membutuhkan tanggung jawab, kedewasaan, dan komunikasi yang baik agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan remaja.